Langsung ke konten utama

Photo Story



SATATA
Oleh: Prabowo Setyadi
Tidak adanya perbedaan secara struktural antara pemilik dan pekerja di Jebor [Pabrik Tradisional Genteng], membuat pola kerja di Jebor sangat berbeda dengan pola kerja di pabrik industri manufaktur seperti tekstil dan lainnya yang secara masif berada di Kabupaten Majalengka. Terutama di wilayah Kabupaten Majalengka Utara. Pola kerja yang hadir di Jebor adalah pola kekeluargaan. 

Pola kekeluargaan inilah yang menjadi dasar dari cerita tentang keluarga yang ada di Jebor. Adapun yang terjadi adalah seperti diperbolehkannya membawa anak ataupun cucu pekerja genteng ke tempat kerja untuk bermain. Tidak jarang juga bahwa alasannya adalah daripada anaknya dititip ke tetangga atau saudara lainnya lebih baik dibawa saja agar tetap mendapatkan perhatian.  Begitupun dengan anak dari pemilik Jebor nya. Juga apabila dari pekerja tersebut sedang membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sering dari mereka tidak segan untuk meminjam kepada pemilik Jebor nya. Pemilik Jebor nya pun dengan ikhlas meminjamkannya. Sama ketika apabila sedang dalam keadaan sakit. Sang pemilik Jebor tidak ragu untuk membiayai nya secara penuh tanpa mengharapkan kembali uang yang terpakainya. 

Pola lainnya adalah apabila ketika memasuki musim tanam padi dan musim panen padi. Sudah sejak lama tanpa aturan tertulis, para pekerja dan pemilik Jebor serentak pergi ke sawah. Mereka saling membantu untuk menanam dan memanen padinya. Atau tak jarang dari mereka yang memanfaatkan lahan di sekitaran Jebor utnuk ditanami oleh sayur-sayuran dan buah-buahan. Bahkan banyak juga di Jebornya yang memiliki kolam untuk diisi dengan berbagai jenis ikan konsumsi. Ketika waktunya untuk memanen hasil ikannya mereka kompak untuk membedah kolamnya, Kemudian dimasak oleh anggota keluarga dari kedua pihak dan dimakan bersama sambil menunggu hasil bakaran genteng. 

Saat ini mungkin kegiatan hidup menghidupi seperti itu sudah jarang terjadi. Karena banyak dari Jebor sudah tutup dikarenakan tidak berdaya menghadapi badai krisis ekonomi pada tahun 1998. Pun perubahan lanskap ekonomi yang berubah dari ekonomi kerakyatan menjadi pola ekonomi industri pabrik manufaktur yang tidak bisa ditahan arusnya ikut mempengaruhi regenerasi dari para pekerja genteng Kabupaten Majalengka. 

Pola kekeluagaan ini seakan menjadi penawar dari perubahan yang masif dari pola ekonomi, pola pikir dan gaya hidup yang saat ini terjadi di Kabupaten Majalengka. Dan mereka yang bertahan di Jebor adalah mereka yang mengerti arti dari Tanah sebagai Gagasan, Bahan, dan Lahan. 

 
   
   
  
   
  
   
  
   
  

  

  

   

  

 







Komentar

  1. cakep kk. menarik sekali ini laman. terima kasih buat informasinya. suka sama photo story-nya. #kotateracotta #daridesauntukdunia

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KENAPA DARI JATIWANGI KOTA TERAKOTA MENJADI MAJALENGKA KOTA TERAKOTA?

Oleh: Prabowo Setyadi Kebudayaan mengolah tanah di Jatiwangi dimulai sejak tahun 1905. Ketika H. Umar Bin Ma'ruf warga Desa Burujul Wetan. Kecamatan Jatiwangi. Kabupaten Majalengka, ingin agar atap suraunya dinaungi oleh genteng, bukan lagi oleh rumbia. Kemudian H. Umar mendatangi Bapak Barnawi di daerah Babakan Jawa. Kabupaten Majalengka untuk membagi pengetahuannya membuat genteng. Singkatnya H. Umar dan warga Burujul Wetan mampu membuat genteng untuk mengganti atap surau-nya. Begitupun dengan Batu Bata, bersamaan dengan genteng. Jadi, kebudayaan mengolah tanah menjadi genteng dan bata menjadi sebuah komoditas sudah terjadi sejak tahun 1905. Belanda yang ketika itu masih menguasai Indonesia yang bernama Hindia Belanda, ketika pada tahun 1910-1030 terjadi wabah Pess di beberapa wilayah di Hindia Belanda yang di awali di Malang, yang juga akhirnya mewabah di Batavia, melakukan penelitian penyebab wabah Pess tersebut, dan akhirnya penyebabnya adalah salah satunya berasal dari atap r

Menuju Agenda Baru Pedesaan

Oleh: Admin  Jatiwangi. Salah satu wilayah di Kabupaten Majalengka bagian utara, baru saja mendeklarasikan dirinya menjadi wilayah terakota. Masuk akal, Karena memang Jatiwangi sudah sejak 1905 melakukan kegiatan mengolah tanah menjadi genteng. Belum lagi apabila membicarakan Kabupaten Majalengka dimana banyak daerahnya menjadi wilayah pembuatan batu bata.  Pun di wilayah Jatiwangi hadir sebuah komunitas yang bernama Jatiwangi Art Factory yang sudah sejak tahun 2005 berusaha terus untuk menjadikan Tanah sebagai Gagasan, Bahan, dan Lahan. Segala usahanya dicoba melalui berbagai pratek seni. Dimulai dari Festival Performance Art tiap dua tahun sampai hari ini menjadi salah satu yang mewakili Indonesia pada Acara Seni Internasional  Documenta Fifthteen 2022. Acara Seni Internasional yang cukup tinggi seperti halnya Venice Biennale dan Art Basel, yang juga pernah diikuti oleh Matisse, Cezzane, Picasso, Joseph Beuys dan seniman ternama lainnya.  Documenta sendiri dibuat karena sebagai upaya

Kenapa Jatiwangi Kota Terakota 2?

  Oleh: Prabowo Setyadi Atas dasar untuk merencanakan, merancang, dan merawat wilayahnya. Warga Jatiwangi. Kabupaten Majalengka saat ini sedang menuju Jatiwangi Kota Terakota. Melalui Indonesia Contemporary Ceramic Biennale  #5  yang juga diadakan di Jatiwangi, menjadi salah satu cara warga jatiwangi mewujudkan rencananya yaitu, Jatiwangi Kota Terakota. Konsep Jatiwangi Kota Terakota memang akan melibatkan banyak simpul yang ada di Jatiwangi. Kabupaten Majalengka. Mulai dari antar warga, warga dan Pemerintahan Kabupaten Majalengka, komunitas, Provinsi, Pemilik Pabrik Genteng, dan lainnya.